Senin, 20 April 2009

Saat Terakhir

Derai hujan yang turun sore ini tak ‘kan bisa membuatku goyah untuk tetap pergi. Aku hanya ingin agar sore ini tak cepat berlalu karena aku ingin mengenang kembali semua kenangan yang pernah terjadi antara aku dan dia. Memang, sebaiknya aku melupakannya . Namun, semua sulit aku lakukan dan tragedi lima Juli tiga tahun yang lalu itu pun tak akan pernah aku lupakan.

Tiga tahun yang lalu saat hujan turun mengguyur kotaku, seseorang datang menghampiriku saat aku menunggu hujan reda, Aryo.
“Sendirian, Sya?” Tanya dia
“Iya, tadi teman-teman sudah pulang duluan. Kamu sendiri kenapa belum pulang?”
“Memang sengaja, habis aku lihat kamu sendirian. Jadi aku ingin menemanimu di sini. Boleh ‘kan aku menemanimu?”
“Boleh.”
Kami terus bercakap-cakap hingga akhirnya hujan reda. Kami pun harus segera pulang karena hari sudah menjelang sore.

***

Sejak sore itu, kami pun menjadi sahabat yang dekat. Belajar dan berangkat les kami selalu bersama. Kebiasaan yang sering kami lakukan bersama adalah belajar dengan menikmati keindahan taman di sudut kota yang kini aku datangi.
“Sya, kamu masih tetap mau menjadi sahabatku kan meskipun nanti kita tak bersama lagi?” Tanya Aryo saat kita sedang belajar di taman sudut kota.
“Tentu, kenapa kamu bilang seperti itu,Yo?”
“Ah, nggak apa-apa. ‘Kan aku hanya tanya. Hehe, udah lah nggak usah dipikirkan.”
Kami pun terus melanjutkan belajar hingga waktu menjelang sore. Seperti biasa, setelah sore menjelang kami pun harus segera pulang karena tugas-tugas yang lain di rumah sudah menunggu. BRAKK… Suara tubuh terbentur benda keras saat aku akan segera mengayuh sepedaku meninggalkan taman itu. Aryo! Dia telah tergeletak dengan berlumuran darah.
“Aryo…” Teriakku “Pak, cepat tolong teman saya. Dia harus segera dibawa ke rumah sakit.” Pintaku kepada seorang bapak.

***

Aku masih menunggu Aryo dengan sangat cemas di ruang tunggu, sedangkan Aryo di dalam masih dalam perawatan. Ibu dan Ayah Aryo tiba saat dokter selesai memeriksa Aryo. Dokter mempersilahkan mereka masuk untuk melihat keadaan Aryo, sedangkan aku masih tetap menunggu di luar karena aku belum berani menemui Aryo. Beberapa menit kemudian Ayah Aryo keluar dan mengajak aku masuk ke dalam ruang perawatan.
“Sya.” Panggil Aryo
“Ya ini aku, Yo. Ada apa?” kataku
“Aku pernah berjanji bahwa kita akan tetap menjadi sahabat sampai kapan pun meski kita tak bersama lagi kan?”
“Iya, kamu mengatakannya itu kemarin sore padaku.”
“Sya, di laci meja belajarku ada buku diary bersampul ungu. Aku ingin kamu membaca semuanya. Maafkan aku tidak bisa menjadi sahabat yang baik. Tapi aku hanya ingin kamu tahu bahwa…” suara Aryo terpotong
Tiit…tiit…tiit… Suara heartmonitor. Aryo pergi, dia pergi, pergi untuk selamanya. Tubuhku lunglai, aku tak kuasa menahan tangis. Sahabat terbaikku sudah pergi meninggalkan semua kenagangan.

***

Setelah prosesi pemakaman selesai, Ibu Aryo mengajak aku untuk mengambil buku diary yang pernah Aryo ceritakan. Saat aku membuka laci belajarnya, tanpa sengaja aku melihat pigura berwarna biru tergeletak. Foto aku dan Aryo terpampang di situ, foto saat kami liburan akhir semester. Air mataku menitik mengingat itu. Namun, aku berusaha menghapusnya saat ibu Aryo masuk. Aku segera pamit pulang kepada ibu Aryo saat buku diary itu kutemukan.

Sesampainya di rumah aku segera menuju kamarku. Kubuka diary itu lembar demi lembar. Aku terkejut saat aku mulai membaca lembar kelima belas dari diary Aryo.

24 Mei 2006

Dear Diary….
Tahu nggak???
Hari ini kita menanti hujan reda bersama lho…
Aku senang banget bisa bersama dia sore ini..

Ku lanjutkan membaca lembar-lembar selanjutnya…

07 April 2006
Ry..
Aku hanya bisa bersahabat dengan dia,
Aku tak berani ungkapkan perasaanku.


12 April 2006
Ry..,
aku takut jika suatu saat aku tidak bisa menjadi sahabatnya lagi,
jujur aku cemburu bila dia dekat dengan cowok lain,
tapi aku selalu nggak bisa ungkapkan perasaanku padanya,
apakah aku salah??
Ku takut jika dia menolak aku, persahabatan yang sudah terjalin ini akan rusak.
Apa yang harus aku lakukan Ry???

20 April 2006
Irsya, kenapa kamu harus menjadi sahabatku??
Aku ingin kamu tahu aku mencintai kamu,
Tapi kamu tidak pernah tahu
Aku selalu takut bila akan mengatakan itu padamu, Sya


3 Juli 2006
Ry …
Malam ini aku terbangun,
Kamu tahu kenapa??
Aku bermimpi bahwa aku dan Irsya akan berpisah,
Apakah kita memang harus berpisah???

Aku terkejut, karena tepat pada tanggal 5 Juli 2006 Aryo meninggal. Apakaah pertanyaan Aryo sebelum dia meninggal ada hubungannya dengan kematiannya? Kenapa aku tidak tanggap dengan pertanyaannya.

***

Saat ini tepat 3 tahun sudah setelah kematian Aryo. Aku mulai menyadari bahwa cinta itu tidak harus diungkapkan melalui kata-kata tetapi dapat juga diungkapkan melalui perbuatan. Hanyalah taman itu, saksi bisu semua kisah persahabatan kami selama satu tahun.


3 Maret 2009
22.15

Makna Cinta yang Sesungguhnya

Judul : Janji Sepasang Merpati
Penulis : Utoyo Dimyati
Penerbit : Pustaka Insan Madani
Tebal : 226 halaman

Persahabatan antara Ghani (Abdul Ghani),Agus (Agus Darmawan), Zia (Atini Fauzia), Banowati dan Murni berawal sejak mereka kelas satu SMA. Mereka selalu belajar bersama walaupun salah satu dari mereka tidak satu kelas, yaitu Murni. Mereka adalah lima sahabat yang saling mengerti satu sama lain. Mereka tidak pernah mempermasalahkan perbedaan diantara mereka termasuk keadaan ekonomi masing-masing.

Ghani merupakan satu-satunya dari mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Namun, karena sikap dari teman-temannya yang tidak pernah mempermasalahkan keadaan Ghani, dia menjadi tidak minder. Mereka selalu melakukan kegiatan bersama-sama termasuk dalam kegiatan karya ilmiah.

Pada Saat liburan kenaikan kelas dua mereka berempat memberikan surprise kepada Ghani dengan mengajaknya pergi ke Pantai. Persahabatan antara laki-laki dan perempuan biasanya tidak lepas dengan kisah percintaan diantara mereka, begitu juga dengan mereka. Ghani dan Zia sam-sama memiliki perasaan itu, namun mereka selalu menjaga perasaan itu agar perasaan itu tidak merusakan persahabatan diantara mereka. Selain itu, saat ini mereka juga belum ingin memikirkan itu karena saat ini yang harus mereka pikirkan adalah bagaimana menuntut ilmu agar mereka dapat berhasil.

Hari pertama setelah libur panjang, Agus, Zia, dan Murni sudah mulai aktif karena mereka menjadi panitia MOS. Sedangkan Banowati dan Ghani tidak tertarik dengan kegiatan itu. Saat Banowati akan melihat denah kelas, Girang,, tetangga Ghani menitipkan surat izin karena ayah Ghani harus masuk rumah sakit sebab mengalami kecelakaan. Sebagai sahabat yang baik, mereka berempat pun menjenguk ayah Ghani. Mereka tidak hanya menjenguk tetapi juga memberikan bantuan kepada Ghani. Ghani dan ayahnya terharu dengan mereka sebab saat dia susah masih ada yang mau membantunya.

Sejak ayahnya sembuh, Ghani berniat untuk keluar sekolah karena ayahnya dilarang oleh dokter untuk bekerja di bengkel lagi. Namun, ibunya melarang karena orangtuanya masih mampu mebiayai sekolahnya dengan berjualan kue.

Ghani dan teman-temannya merupakan murid yang memiliki prestasi yang baik. Mereka selalu mendapatkan peringkat lima besar. Hingga akhirnya Ghani harus mengikuti lomba matapelajaran fisika di UNDIP dan dia mendapatkan juara kedua.

Keberhasilan yang diperoleh Ghani dan teman-temannya tidak lepas dari dukungan orang tua dan kehendak dari Allah. Hingga pada waktu ujian masuk PTN mereka memilih untuk masuk melalui PMDK. Ghani mengusulkan agar mereka memilih fakultas yang berbeda agar mereka dapat di terima melalui PMDK. Mereka akhirnya diterima melalui PMDK kecuali Zia karena dia masih bingung untuk meneruskan kemana.

Saat perpisahan tiba, Zia mengatakan bahwa dia akan melanjutkan ke pesantren dan kuliah sesuai dengan saran Ghani. Saat perpisahan Ghani dan Zia saling bertukar buku pesan dan kesan. Mereka hanya menuliskan kalimat pendek. Tetapi, kalimat itu sarat makna. Seperti ada perjanjian sebelumnya, tulisan-tulisan itu berisi ungkapan hati. Perasaan Ghani dan Zia ternyata sama. Mereka berjanji untuk saling menanti.

Novel ini baik untuk dibaca oleh remaja-remaja masa kini karena didalamnya berisi makna cinta yang sesungguhnya, yaitu hanya cinta kepada yang menciptakan yaitu Allah. Namun, dalam novel ini penerbit tidak menjelaskan tentang biografi penulis.
25-2-2009, 20:40