Dahlan Iskan, siapa yang tidak mengenal
sosok beliau saat ini. Menteri BUMN yang menjadi buah bibir karena
keberaniannya mengungkap kasus pemerasan para petinggi DPR terhadap BUMN. Masih
segar pula diingatan kita tentang kisah beliau saat menaiki KRL hanya karena
tidak ingin terlambat berangkat rapat, menyantap soto di pinggiran jalan, dan
hal-hal lain yang jarang sekali dilakukan oleh para pejabat Negara. Beliau lah
sosok yang saat ini ditunggu oleh masyarakat Indonesia untuk merubah paradigma
tentang pejabat Negara yang terkesan hura-hura dengan membelanjakan keuangan Negara
untuk memenuhi pundi-pundi kekayaan masing-masing.
Lalu, siapakah sebenarnya Dahlan
Iskan? Apakah dari keluarga yang memiliki kekayaan melimpah sehingga beliau
bisa menjadi menteri BUMN? Bukan!! “Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani
apa adanya”, Ya, kutipan tersebut yang terdapat di halaman awal buku Sepatu
Dahlan. Beliau merupakan anak dari keluarga miskin dari kampung Kebon Dalem,
Magetan, Jawa Timur. Kehidupan masa kecilnya yang telah menempa dirinya menjadi
sosok yang ramah, keras, dan disiplin. Semangat hidupnya begitu keras sehingga
meskipun dibelit rasa lapar dan lelah berjalan berkilo-kilometer jauhnya untuk
menempuh sekolahnya, Dahlan Islan masih tetap berusaha keras bekerja untuk membantu
bapak dan ibunya memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Cita-cita terbesar yang dimiliki Dahlan kecil hanyalah ingin
memiliki sebuah sepatu dan sepeda. Mungkin begitu aneh bila kita mendengarnya
saat ini, tetapi bagi Dahlan kecil, memiliki sepatu merupakan hal termahal yang
sulit dia miliki. Sepatu yang pada saat itu merupakan barang mahal hanya dapat
dibeli di kota dengan harga setara dengan dua ekor kambing saat itu.
Mata berkunang-kunang, keringat bercucuran, lutut gemetaran,
telinga berdenging. Siksaan akibat rasa lapar ini memang tak asing, Tetapi
masih saja berhasil mengusikku. Sungguh aku butuh tidur. Sejenak pun bolehlah.
Supaya lapar ini terlupakan. Begitulah kehidupan Dahlan kecil dalam menjalani
kehidupannya untuk mencapai mimpi-mimpi serta harapan hidupnya. Ditengah-tengah
himpitan kemiskinan, Dahlan kecil masih selalu menyimpan keinginan untuk tetap
memiliki sepasang sepatu dan sepeda meskipun untuk makan sehari-hari pun belum
ada.
Ibu, merupakan sosok yang begitu dihormati oleh Dahlan kecil dan
adiknya. Namun, kematian akhirnya merenggut ibu Dahlan kecil. Keterpurukan
karena ditinggal ibunya membuat Dahlan kecil menjadi anak yang pendiam dan
selalu menghindar dari bapaknya. Kesedihan semakin mendalam setelah ditinggal
ibunya kemiskinan semakin membelit. Bahkan terkadang selama sehari mereka tak
makan sesuatu, hanya air tebu sebagai obat pengganti rasa lapar.
Perjuangan Dahlan kecil dalam memperoleh sepasang sepatu begitu
hebat. Dengan hasil mengajar bola voli anak-anak pegawai kebun tebu akhirnya
Dahlan kecil mampu membeli sebuah sepeda dan dua pasang sepatu, untuk dia dan
adiknya. Dahlan kecil juga merupakan sosok yang begitu disegani oleh
teman-temannya karena selain pintar, Dahlan kecil juga memiliki kemampuan dalam
berorganisasi.
Membaca novel “Sepatu Dahlan”, akan membawa kita dalam alur
cerita yang mengalir begitu indah. Ketika Dahlan kecil merasakan kebahagiaan
memperoleh sepatu, pembaca akan merasakan kebahagiaan Dahlan kecil. Bahkan,
ketika Dahlan kecil kehilangan ibu dan ditinggal kakak perempuannya keluar
pulau Jawa pembaca pun seolah merasakan kesedihan yang dialami oleh Dahlan
kecil. Buku yang harus dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama kalangan pejabat. Banyak hal yang dapat
dipetik dari Buku “Sepatu Dahlan ini”, karena pembaca akan terbawa dengan
semangat perjalanan hidup Dahlan kecil yang dapat menginspirasi semua orang.
Selamat membaca ^_^, dan temukan perubahan pada diri setelah
membaca novel ini J.