Kepada sebuah hati yang (pernah) terluka
Kudengar malam itu
tangis hatimu tersedu sedan meskipun tak kudapati kau menangis. Sesungging
senyum kau nampakkan seolah tak pernah ada luka dalam hatimu. Aku teriris
setiap kulihat senyummu. Tapi Aku hanya bisa terdiam saat senyum itu hadir,
ya.. aku tahu senyum itu hampa tapi aku juga hanya bisa tersenyum agar kau tak
menangis dihadapanku. Yah, kau tahu, aku tak bisa melihat kau menangis.
Kepada sebuah hati yang (pernah) terluka
Janganlah
kau menyangkal dan acuh pada dirimu. Aku tahu kau tak pernah mengajarkan
tentang kebohongan pada dirimu sendiri bahkan pada orang lain. Kau selalu mampu
mengutarakan perasaanmu pada semesta, memendamnya jauh kedalam dasar hatimu
yang tak pernah berkata dusta, kau menerangi cinta yang tumbuh tanpa
menyakitinya. Sebenarnya kitalah yang menyakiti cinta kita sendiri, melukai
perasaan kita sendiri dengan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
kehendakmu. Mungkin bibir masih bisa tersenyum
bahagia, gerak tubuh mengisyaratkan ketentraman tapi ingat, kau tidak bisa
melakukan itu, kau akan terluka meski berusaha ditutupi oleh perban
keterpaksaan, tapi ingat perban itu hanya penutup luka yang tak punya obat,
luka itu akan terus robek lebih lebar. (Anonim)
Kepada sebuah hati yang (pernah)
terluka
Datanglah senja ini
ke tempat dimana kita selalu bercengkerama dengan sepoi angin. Aku ingin
melihat tawa lepasmu seperti yang dahulu. Berhenti mengingatnya, buka kembali
pintu itu untuk memaafkan. Ingat bahwa apa pun itu kau tak boleh melukai diri
sendiri dengan selalu mengingatnya, kau, masih punya sederet cerita yang harus
kau hadirkan dengan senyum tulus bukan dengan terus mengenang segala kepahitan
yang pernah kau rasakan. Tersenyumlah, untuk hari ini dan seterusnya. Untukku
dan untukmu.
Semarang,
150515